Pendahuluan
Sungai Kuning dikenal pula dengan sebutan Sungai Huang He atau Hwang Ho.
Sungai ini merupakan sungai terpanjang kedua di Cina setelah Sungai Yang Tze. Sungai Huang He disebut Sungai
Kuning karena sungai tersebut membawa lumpur kuning sepanjang alirannya (Hyma,
1992). Sungai ini memiliki hulu di Pegunungan Kwen-Lun di Tibet dan mengalir
melalui daerah Pegunungan Cina Utara hingga membentuk dataran rendah. Sungai
ini bermuara di Teluk Tsii-Li (Hyma, 1992).
Peradaban lembah Sungai Kuning merupakan satu dari beberapa kebudayaan
lembah sungai di seluruh dunia. Kebudayaan di wilayah ini memiliki
karakteristik khas yang tidak dimiliki kawasan lain. Selain karena berbeda suku
dan ras, juga karena terpisah oleh wilayah yang luas dan tidak terkoneksi. Di
lembah Sungai Kuning ini kebudayaan di Asia Timur berawal. Oleh karena itu,
peradaban dan kebudayaan di kawasan lembah Sungai Kuning ini memiliki peran
penting bagi terbentuknya kebudayaan masyarakat di kawasan Asia Timur dan
sekitarnya.
Tujuan
- Peserta mata kuliah memahami tentang sejarah kebudayan dari lembah Sungai Kuning.
- Peserta mata kuliah mengetahui karakteristik dari kebudayaan Sungai Kuning.
- Peserta mata kuliah memahami bagaimana persebaran kebudayaan Sungai Kuning di kawasan Asia Timur.
- Peserta mata kuliah dapat menganalisis bagaimana masyarakat Asia Timur terbentuk dari kebudayaan Sungai Kuning.
- Peserta mata kuliah dapat memahami dasar melakukan komparasi negara di kawasan Asia umumnya dan di kawasan Asia Timur khususnya.
Sejarah
Kebudayaan Lembah Sungai Kuning dan Perkembangannya
Pada
bagian hilir dari Sungai Kuning terdapat dataran rendah yang subur dan
merupakan pusat kehidupan masyarakat Tiongkok pada masa itu. Sebagian besar
mata pencaharian dari penduduknya adalah bercocok tanam gandum, padi, teh,
jagung, dan kedelai. Kegiatan pertanian mengalami kemajuan pesat dalam
pemerintahan Dinasti Qin (221-206 SM). Hal ini terbukti dengan adanya penggunaan
metode pertanian yang lebih modern seperti penggunaan pupuk dan system irigasi
yang baik. Perkembangan jaman dengan ditemukannya metode pengolahan perunggu
dan bahan logam lain membuat beberapa perubahan dari pola-pola kebudayaan
masyarakat di kawasan tersebut (Yi-Fu Tuan, 2008). Hal ini ditunjukkan dengan
adanya penggunaan perkakas yang dibuat dari logam, seperti perunggu,besi dan
emas.
Jika
menilik kebudayaan lembah Sungai Kuning dari sisi sastra, dapat dilihat bahwa
seni sastra di kawasan ini sangat pesar perkembangannya. Masyarakat
Tiongkokkuno telah mengenal tulisan sejak 1500 SM yang ditulis pada kulit penyu
atau bambu (Badrika, 2004). Pada masa Dinasti Han, seni sastra di kawasan
tersebut berkembang pesat terutama setelah ditemukannya kertas. Beberapa contoh
konkrit dari kesenian sastra dari perkembangan kebudayaan lembah Sungai Kuning
adalah ide-ide dan karya dari tiga ahli filsafat terkenal,Lao Zi, Kong Fu Zi,
dan Meng Zi (Badrika,2004).
Selain
berupa sastra, kebudayaan Cina yang muncul dan berkembang di lembah Sungai
Kuning adalah seni lukis, keramik, kuil, dan istana (Badrika, 2004). Lukisan
yang dibuat umumnya berupa lukisan alam semesta, lukisan dewa-dewa, dan lukisan
raja yang pernah memerintah. Rakyat Cina menganggap bahwa kaisar atau raja merupakan
penjelmaan dewa sehingga istana untuk sang raja dibangun dengan indah dan
megah. Keramik Cina merupakan hasil kebudayaan rakyat yang bernilai sangat
tinggi dan menjadi salah satu komoditi perdagangan saat itu (Badrika, 2004).
Kesenian keramik tersebut sampai sekarang masih menjadi cirri khas dari
kebudayaan Tiongkok.
Bentuk
kebudayaan lain yang menjadi cirri khas dari kebudayaan wilayah lembah Sungai
Kuning misalnya guci, porselen. Porselen sendiri pertama ditemukan pada dinasti
Han Timur sekitar tahun 104 M, namun mulai diperkenalkan dan populer di
masyarakat pada periode dinasti Tang sekitar tahun 626 M. Porselen dan guci
yang berukuran besar biasanya digunakan dalam upacara keagamaan dan yang
berukurankecil untuk keperluan sehari-hari. Selain itu biasanya porselen, guci
dan keramik ini ikut dikuburkan ketika yang memiliki meninggal dunia disertai
tembikar cina berbentuk patung anjing dalam kandang. Pada perkembangannya, di
porselen dan guci ini terdapat ukiran dan lukisan yang menggambarkan corak kebudayaan
Tiongkok yang khas. Biasanya bergambar dewa-dewa, naga, atau pemandangan alam
di kawasan pedesaan.
Perkembangan Kebudayaan Sungai
Kuning di kawasan Asia Timur
Kebudayan Sungai
Kuning yang dibawa Tiongkok ini juga melakukan ekspansi pengaruhnya ke berbagai
kawasan lain di Asia Timur. Hal ini juga didukung oleh kebijakan Kaisar
Tiongkok yang juga ekspansif menyerang ke beberapa wilayah di luar Tiongkok. Di
sisi lain, kebudayaan tersebut juga dibawa oleh para pedagang yang berkelana
hingga ke berbagai negara di kawasan Asia lain seperti Jepang, Korea, hingga ke
Asia Tenggara.
Salah satu yang bisa ditelusuri yakni pada masa
pembentukan Vietnam yang mendapatkan pengaruh Tiongkok sejak 111 SM hingga
tahun 939. 1000 tahun dalam masa penjajahan Tiongkok tersebut membuat Vietnam
mendapatkan pengaruh cukup besar dari Tiongkok dalam aspek kebudayaannya.
Istilah Vietnam sendiri sesungguhnya berasal dari bahasa Tionghoa yang berarti
‘melampaui (perbatasan) selatan’ karena pada saat itu kebudayaan Tiongkok dapat
menembus perbatasan selatan dari daerah asal kebudayaannya sendiri (Tjeng,
1983). Namun pada abad ke – 10 bangsa Vietnam sukses mengusir para penjajah
dari Tiongkok dan mendirikan negara dibawah dinasti nasional. Namun, hingga
abad ke-20pun kebudayaan Tiongkok masih bisa terlihat jelas di dalam kebudayaan
dan aktifitas masyarakat Vietnam.
Tak hanya di Vietnam, Tiongkok juga memberikan pengaruhnya meluas kepada
masyarakat dan pemerintah dinegara Korea. Tiongkok mulai memasuki wilayah Korea
pada abad ke-3 SM. ketika semuanya masih dibawah kekuasaan dinasti Han (Tjeng,
1983). Pengaruh dari Tiongkok ke Korea ini dapat masuk dengan mudah dikarenakan
pada saat itu Korea menjadi tempat pelarian diri dari orang-orang Tionghoa
terutama ketika pada masa peperangan dan kekacauan Tiongkok pada perang antar
negara dan juga periode peralihan antara dinasti Ch’in dan Han. Tidak jauh
berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Vietnam, Korea juga mengalami regenerasi
nasionalnya namun tetap tidak bisa terlepas begitu saja dengan pengaruh
kebudayaan Tiongkok yang telah melekat. Namun masyarakat Korea juga turut
mempertahankan kebudayaan asli atau kebudayaan khususnya sehingga bertumbuh
sebagai suatu bangsa dan negara yang beerbeda dengan bangsa Tionghoa.
Jepang mendapatkan pengaruh dari pihak Tiongkok dengan cara yang berbeda
dari apa yang terjadi dengan Vietnam dan juga Korea. Letak Jepang sendiri
terdiri dari pulau-pulau yang terletak disebelah timur Tiongkok dan
keberadaannya terpisah oleh laut yang cukup lebar. Hal ini jelas menyulitkan
pihak Tiongkok untuk melakukan ekspansi ke Jepang seperti yang telah mereka
lakukan sebelumnya kepada Vietnam dan juga Korea. Namun rupanya Jepang secara
suka rela mengadopsi dan juga menerima kebudayaan-kebudayaan Tiongkok itu
sendiri (Tjeng, 1983). Tak hanya kebudayaan saja, namun Jepang juga membuka
pintu bagi masuknya ajaran agama bangsa Tionghoa yaitu Budha. Pada akhirnya,
sama seperti Vietnam dan Jepang, kesadaran nasional dari bangsa Jepang sendiri
mulai muncul dan melunturkan rasa ketergantungan Jepang dari kebudayaan
masyarakat Tionghoa. Budaya Tiongkok yang pada saat itu lekat pada masyarakat
Jepang, perlahan seiring berjalannya waktu Jepang memusatkan kebudayaannya
terhadap sifat-sifat khusus masyarakat Jepang sehingga dapat membedakan
kebudayaan yang mereka miliki dengan kebudayaan masyarakat Tionghoa sebelumnya.
Studi Pebandingan Negara di Kawasan Asia
Masing- masing negara di Asia memiliki karakteristik sendiri dalam
perkembangannya. Wang (1997) menyebutkan bahwa terdapat 7 pengelompokan berbeda
yang menggambarkan kondisi negara- negara di Asi. Kelompok yang pertama adalah
Cina, yang disandingkan dengan Jepang sebagai suatu negara modern dan maju
sebagai pusat industrialisasi serta penganut aliran Konfusianisme. Berikutnya
terdapat Korea Selatan dan Taiwan, yang dijadikan sebagai suatu contoh ideal
sebagai suatu negara penganut asas demokratis dan disebut- sebut sebagai Asia’s Newly Industrialized countries
(NIC’s). Kelompok ketiga adalah Singapura dan Hongkong yang sama- sama berada
di bawah kolonialisme Inggris pada masa lalu. Kedua negara ini membawa citra
sebagai negra dengan asas perekonomian liberal. Kemudian terdapat India dan
Pakistan yang dikenal sebai duo negara yang sering mengalami kekacauan terutama
yang berhubungan dengan rasa toleransi antar umat beragama. Kedua negara ini
berada pada sistem pemerintahan military
authoritarian. Kemudian terdapat juga Indonesia dan Filipina yang
memiliki kesamaan jenis wilayah geografis yang terdiri dari banyak pulau. Kedua
negara ini juga terkenal dengan sistem pemerintahannya yang dikuasai oleh para
diktator. Kemudian terdapat Vietnam dan Korea Utara yang sama- sama berideologi
komunis dan membenci Amerika Serikat. Keduanya menjalin hubungan dengan Cina.
Dan pada pengelompokkan yang terakhir terdapat Laos dan Kamboja yang mengalami
krisis pergolakan dalam intern masyarakatnya sendiri. Sehingga dari klasifikasi
umum ini kemudia dilanjutkan dengan pemahaman detail yang dituliskan Wang
dengan mempelajari political culture and political development, Locus of power, The political process, dan political
performance and public policy (Wang, 1997).
Dengan memahami poin-poin yang disebutkan Wang sebelumnya, maka dapat
dilakukan sebuah studi perbandingan negara di kawasan Asia. Adapun tujuan utama
dari studi komparasi sendiri adalah untuk memahami secara lebih lanjut kondisi
negara lain melalui pengumpulan berbagai data informasi dan pengetahuan serta
dikombinasikan dengan suatu pengalaman. (Wang, 1997). Almond dan Powell (dalam
Wang, 1997) menyebutkan tiga poin penting yang akan dijadikan fokus dari
variebel pembanding, yakni sistem politik yang berlaku di suatu negara,
klasifikasi fenomena sosial yang terjadi, dan perbandingan keterkaitan aspek
sosial dan politik di suatu negara ketika kondisi sosialnya stabil terhadap
kondisi negara pada waktu chaos. (Wang,
1997). Dengan begitu, studi komparasi yang dilakukan dapat divalidasi dan
komprehensif sesuai dengan fakta yang ada.
Kesimpulan
Dari pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa kebudayaan dari lembah
Sungai Kuning memiliki peran yang begitu besar dalam membentuk kebudayaan lain
di kawasan Asia, terutama di kawasan Asia Timur. Dapat dilihat bagaimana
perkembangan kebudayaan ini menciptakan karakteristik khas Asia dan memberikan
pengaruhnya secara intensif ke beberapa negara seperti Vietnam, Jepang dan
Korea. Hingga saat ini, kebudayaan dari berbagai wilayah di kawasan Asia Timur
masih memiliki beberapa karakteristik yang sama dan berlandaskan kebudayaan
dari lembah Sungai Kuning. Di sisi lain, dengan memahami permasalahan tersebut
maka dapat diketahui pula bagaimana jika ingin melakukan studi komparasi antar
negara terutama di kawasan Asia. Terdapat beberapa poin penting yang perlu
diperhatikan dalam implementasinya.
Kata Kunci
Kebudayaan, Lembah Sungai Kuning, persebaran kebudayan, studi komparasi
negara
Guiding Questions
1.
Jelaskan
sejarah kebudayaan di kawasan lembah Sungai Kuning !
2.
Bagaimana
persebaran kebudayaan lembah Sungai Kuning di kawasan Asia lain?
3.
Bagaimana
melakukan studi komparasi negara di kawasan Asia Timur khususnya?
Referensi:
Badrika, I Wayan. 2004. Sejarah Nasional Indonesia dan Umum.
Jakarta: Penerbit Erlangga.
Hyma, Albert, et all. 1992. Streams of Civilization: Earliest Times to
the Discovery of New World. Christian Liberty Press.
Tjeng, Lie Tek. 1983. Studi Wilayah
Pada Umumnya, Asia Timur Pada Khususnya. Bandung : Penerbit Alumni. Hal.
269 -283
Tuan, Yi-Fu. 2008. A Historical Geography
of China. Aldine Transaction.
Wang, James C.F. 1997. Comparative
Asian Politics. New Jersey : Prentice Hall. pp.1-12
0 comments:
Post a Comment