.

Tuesday, November 20, 2012

Sejarah dan Perkembangan Kebudayaan Sungai Kuning

R.D.K holdings S.A

Pendahuluan

Sungai Kuning dikenal pula dengan sebutan Sungai Huang He atau Hwang Ho. Sungai ini merupakan sungai terpanjang kedua di Cina setelah Sungai Yang Tze. Sungai Huang He disebut Sungai Kuning karena sungai tersebut membawa lumpur kuning sepanjang alirannya (Hyma, 1992). Sungai ini memiliki hulu di Pegunungan Kwen-Lun di Tibet dan mengalir melalui daerah Pegunungan Cina Utara hingga membentuk dataran rendah. Sungai ini bermuara di Teluk Tsii-Li (Hyma, 1992).

Peradaban lembah Sungai Kuning merupakan satu dari beberapa kebudayaan lembah sungai di seluruh dunia. Kebudayaan di wilayah ini memiliki karakteristik khas yang tidak dimiliki kawasan lain. Selain karena berbeda suku dan ras, juga karena terpisah oleh wilayah yang luas dan tidak terkoneksi. Di lembah Sungai Kuning ini kebudayaan di Asia Timur berawal. Oleh karena itu, peradaban dan kebudayaan di kawasan lembah Sungai Kuning ini memiliki peran penting bagi terbentuknya kebudayaan masyarakat di kawasan Asia Timur dan sekitarnya.

Tujuan
  1. Peserta mata kuliah memahami tentang sejarah kebudayan dari lembah Sungai Kuning.
  2. Peserta mata kuliah mengetahui karakteristik dari kebudayaan Sungai Kuning.
  3. Peserta mata kuliah memahami bagaimana persebaran kebudayaan Sungai Kuning di kawasan Asia Timur.
  4. Peserta mata kuliah dapat menganalisis bagaimana masyarakat Asia Timur terbentuk dari kebudayaan Sungai Kuning.
  5. Peserta mata kuliah dapat memahami dasar melakukan komparasi negara di kawasan Asia umumnya dan di kawasan Asia Timur khususnya.
Sejarah Kebudayaan Lembah Sungai Kuning dan Perkembangannya 

Pada bagian hilir dari Sungai Kuning terdapat dataran rendah yang subur dan merupakan pusat kehidupan masyarakat Tiongkok pada masa itu. Sebagian besar mata pencaharian dari penduduknya adalah bercocok tanam gandum, padi, teh, jagung, dan kedelai. Kegiatan pertanian mengalami kemajuan pesat dalam pemerintahan Dinasti Qin (221-206 SM). Hal ini terbukti dengan adanya penggunaan metode pertanian yang lebih modern seperti penggunaan pupuk dan system irigasi yang baik. Perkembangan jaman dengan ditemukannya metode pengolahan perunggu dan bahan logam lain membuat beberapa perubahan dari pola-pola kebudayaan masyarakat di kawasan tersebut (Yi-Fu Tuan, 2008). Hal ini ditunjukkan dengan adanya penggunaan perkakas yang dibuat dari logam, seperti perunggu,besi dan emas.
Jika menilik kebudayaan lembah Sungai Kuning dari sisi sastra, dapat dilihat bahwa seni sastra di kawasan ini sangat pesar perkembangannya. Masyarakat Tiongkokkuno telah mengenal tulisan sejak 1500 SM yang ditulis pada kulit penyu atau bambu (Badrika, 2004). Pada masa Dinasti Han, seni sastra di kawasan tersebut berkembang pesat terutama setelah ditemukannya kertas. Beberapa contoh konkrit dari kesenian sastra dari perkembangan kebudayaan lembah Sungai Kuning adalah ide-ide dan karya dari tiga ahli filsafat terkenal,Lao Zi, Kong Fu Zi, dan Meng Zi (Badrika,2004).

Selain berupa sastra, kebudayaan Cina yang muncul dan berkembang di lembah Sungai Kuning adalah seni lukis, keramik, kuil, dan istana (Badrika, 2004). Lukisan yang dibuat umumnya berupa lukisan alam semesta, lukisan dewa-dewa, dan lukisan raja yang pernah memerintah. Rakyat Cina menganggap bahwa kaisar atau raja merupakan penjelmaan dewa sehingga istana untuk sang raja dibangun dengan indah dan megah. Keramik Cina merupakan hasil kebudayaan rakyat yang bernilai sangat tinggi dan menjadi salah satu komoditi perdagangan saat itu (Badrika, 2004). Kesenian keramik tersebut sampai sekarang masih menjadi cirri khas dari kebudayaan Tiongkok.

Bentuk kebudayaan lain yang menjadi cirri khas dari kebudayaan wilayah lembah Sungai Kuning misalnya guci, porselen. Porselen sendiri pertama ditemukan pada dinasti Han Timur sekitar tahun 104 M, namun mulai diperkenalkan dan populer di masyarakat pada periode dinasti Tang sekitar tahun 626 M. Porselen dan guci yang berukuran besar biasanya digunakan dalam upacara keagamaan dan yang berukurankecil untuk keperluan sehari-hari. Selain itu biasanya porselen, guci dan keramik ini ikut dikuburkan ketika yang memiliki meninggal dunia disertai tembikar cina berbentuk patung anjing dalam kandang. Pada perkembangannya, di porselen dan guci ini terdapat ukiran dan lukisan yang menggambarkan corak kebudayaan Tiongkok yang khas. Biasanya bergambar dewa-dewa, naga, atau pemandangan alam di kawasan pedesaan. 

Perkembangan Kebudayaan Sungai Kuning di kawasan Asia Timur 

Kebudayan Sungai Kuning yang dibawa Tiongkok ini juga melakukan ekspansi pengaruhnya ke berbagai kawasan lain di Asia Timur. Hal ini juga didukung oleh kebijakan Kaisar Tiongkok yang juga ekspansif menyerang ke beberapa wilayah di luar Tiongkok. Di sisi lain, kebudayaan tersebut juga dibawa oleh para pedagang yang berkelana hingga ke berbagai negara di kawasan Asia lain seperti Jepang, Korea, hingga ke Asia Tenggara.

Salah satu yang bisa ditelusuri yakni pada masa pembentukan Vietnam yang mendapatkan pengaruh Tiongkok sejak 111 SM hingga tahun 939. 1000 tahun dalam masa penjajahan Tiongkok tersebut membuat Vietnam mendapatkan pengaruh cukup besar dari Tiongkok dalam aspek kebudayaannya. Istilah Vietnam sendiri sesungguhnya berasal dari bahasa Tionghoa yang berarti ‘melampaui (perbatasan) selatan’ karena pada saat itu kebudayaan Tiongkok dapat menembus perbatasan selatan dari daerah asal kebudayaannya sendiri (Tjeng, 1983). Namun pada abad ke – 10 bangsa Vietnam sukses mengusir para penjajah dari Tiongkok dan mendirikan negara dibawah dinasti nasional. Namun, hingga abad ke-20pun kebudayaan Tiongkok masih bisa terlihat jelas di dalam kebudayaan dan aktifitas masyarakat Vietnam.
Tak hanya di Vietnam, Tiongkok juga memberikan pengaruhnya meluas kepada masyarakat dan pemerintah dinegara Korea. Tiongkok mulai memasuki wilayah Korea pada abad ke-3 SM. ketika semuanya masih dibawah kekuasaan dinasti Han (Tjeng, 1983). Pengaruh dari Tiongkok ke Korea ini dapat masuk dengan mudah dikarenakan pada saat itu Korea menjadi tempat pelarian diri dari orang-orang Tionghoa terutama ketika pada masa peperangan dan kekacauan Tiongkok pada perang antar negara dan juga periode peralihan antara dinasti Ch’in dan Han. Tidak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Vietnam, Korea juga mengalami regenerasi nasionalnya namun tetap tidak bisa terlepas begitu saja dengan pengaruh kebudayaan Tiongkok yang telah melekat. Namun masyarakat Korea juga turut mempertahankan kebudayaan asli atau kebudayaan khususnya sehingga bertumbuh sebagai suatu bangsa dan negara yang beerbeda dengan bangsa Tionghoa.

Jepang mendapatkan pengaruh dari pihak Tiongkok dengan cara yang berbeda dari apa yang terjadi dengan Vietnam dan juga Korea. Letak Jepang sendiri terdiri dari pulau-pulau yang terletak disebelah timur Tiongkok dan keberadaannya terpisah oleh laut yang cukup lebar. Hal ini jelas menyulitkan pihak Tiongkok untuk melakukan ekspansi ke Jepang seperti yang telah mereka lakukan sebelumnya kepada Vietnam dan juga Korea. Namun rupanya Jepang secara suka rela mengadopsi dan juga menerima kebudayaan-kebudayaan Tiongkok itu sendiri (Tjeng, 1983). Tak hanya kebudayaan saja, namun Jepang juga membuka pintu bagi masuknya ajaran agama bangsa Tionghoa yaitu Budha. Pada akhirnya, sama seperti Vietnam dan Jepang, kesadaran nasional dari bangsa Jepang sendiri mulai muncul dan melunturkan rasa ketergantungan Jepang dari kebudayaan masyarakat Tionghoa. Budaya Tiongkok yang pada saat itu lekat pada masyarakat Jepang, perlahan seiring berjalannya waktu Jepang memusatkan kebudayaannya terhadap sifat-sifat khusus masyarakat Jepang sehingga dapat membedakan kebudayaan yang mereka miliki dengan kebudayaan masyarakat Tionghoa sebelumnya.

Studi Pebandingan Negara di Kawasan Asia

Masing- masing negara di Asia memiliki karakteristik sendiri dalam perkembangannya. Wang (1997) menyebutkan bahwa terdapat 7 pengelompokan berbeda yang menggambarkan kondisi negara- negara di Asi. Kelompok yang pertama adalah Cina, yang disandingkan dengan Jepang sebagai suatu negara modern dan maju sebagai pusat industrialisasi serta penganut aliran Konfusianisme. Berikutnya terdapat Korea Selatan dan Taiwan, yang dijadikan sebagai suatu contoh ideal sebagai suatu negara penganut asas demokratis dan disebut- sebut sebagai Asia’s Newly Industrialized countries (NIC’s). Kelompok ketiga adalah Singapura dan Hongkong yang sama- sama berada di bawah kolonialisme Inggris pada masa lalu. Kedua negara ini membawa citra sebagai negra dengan asas perekonomian liberal. Kemudian terdapat India dan Pakistan yang dikenal sebai duo negara yang sering mengalami kekacauan terutama yang berhubungan dengan rasa toleransi antar umat beragama. Kedua negara ini berada pada sistem pemerintahan military authoritarian.  Kemudian terdapat juga Indonesia dan Filipina yang memiliki kesamaan jenis wilayah geografis yang terdiri dari banyak pulau. Kedua negara ini juga terkenal dengan sistem pemerintahannya yang dikuasai oleh para diktator. Kemudian terdapat Vietnam dan Korea Utara yang sama- sama berideologi komunis dan membenci Amerika Serikat. Keduanya menjalin hubungan dengan Cina. Dan pada pengelompokkan yang terakhir terdapat Laos dan Kamboja yang mengalami krisis pergolakan dalam intern masyarakatnya sendiri. Sehingga dari klasifikasi umum ini kemudia dilanjutkan dengan pemahaman detail yang dituliskan Wang dengan mempelajari political culture and political development, Locus of power, The political process, dan political performance and public policy (Wang, 1997).

Dengan memahami poin-poin yang disebutkan Wang sebelumnya, maka dapat dilakukan sebuah studi perbandingan negara di kawasan Asia. Adapun tujuan utama dari studi komparasi sendiri adalah untuk memahami secara lebih lanjut kondisi negara lain melalui pengumpulan berbagai data informasi dan pengetahuan serta dikombinasikan dengan suatu pengalaman. (Wang, 1997). Almond dan Powell (dalam Wang, 1997) menyebutkan tiga poin penting yang akan dijadikan fokus dari variebel pembanding, yakni sistem politik yang berlaku di suatu negara, klasifikasi fenomena sosial yang terjadi, dan perbandingan keterkaitan aspek sosial dan politik di suatu negara ketika kondisi sosialnya stabil terhadap kondisi negara pada waktu chaos. (Wang, 1997). Dengan begitu, studi komparasi yang dilakukan dapat divalidasi dan komprehensif sesuai dengan fakta yang ada.

Kesimpulan

Dari pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa kebudayaan dari lembah Sungai Kuning memiliki peran yang begitu besar dalam membentuk kebudayaan lain di kawasan Asia, terutama di kawasan Asia Timur. Dapat dilihat bagaimana perkembangan kebudayaan ini menciptakan karakteristik khas Asia dan memberikan pengaruhnya secara intensif ke beberapa negara seperti Vietnam, Jepang dan Korea. Hingga saat ini, kebudayaan dari berbagai wilayah di kawasan Asia Timur masih memiliki beberapa karakteristik yang sama dan berlandaskan kebudayaan dari lembah Sungai Kuning. Di sisi lain, dengan memahami permasalahan tersebut maka dapat diketahui pula bagaimana jika ingin melakukan studi komparasi antar negara terutama di kawasan Asia. Terdapat beberapa poin penting yang perlu diperhatikan dalam implementasinya.

Kata Kunci
Kebudayaan, Lembah Sungai Kuning, persebaran kebudayan, studi komparasi negara

Guiding Questions
1.      Jelaskan sejarah kebudayaan di kawasan lembah Sungai Kuning !
2.      Bagaimana persebaran kebudayaan lembah Sungai Kuning di kawasan Asia lain?
3.      Bagaimana melakukan studi komparasi negara di kawasan Asia Timur khususnya?


Referensi:
Badrika, I Wayan. 2004. Sejarah Nasional Indonesia dan Umum. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Hyma, Albert, et all. 1992. Streams of Civilization: Earliest Times to the Discovery of New World. Christian Liberty Press.
Tjeng, Lie Tek. 1983. Studi Wilayah Pada Umumnya, Asia Timur Pada Khususnya. Bandung : Penerbit Alumni. Hal. 269 -283
Tuan, Yi-Fu. 2008. A Historical Geography of China. Aldine Transaction.
Wang, James C.F. 1997. Comparative Asian Politics. New Jersey : Prentice Hall. pp.1-12

Ditulis Oleh : Unknown Hari: 3:39 AM Kategori:

0 comments:

Post a Comment

 
iNet Squared Ltd
Incubationer LTD