Semantik
dalam bahasa Inggris disebut semantics.
Sedangkan dalam bahasa Perancis disebut semantique.Istilah
lain yang muncul sebelum istilah semantikitu
bereksistensi adalah semiotika,
semiologi, semasiologi, sementik, dansemik.
Istilah
semantik berasal dari bahasa Yunani sema (kata benda) yang berarti ‘tanda’
atau ‘lambang’. Kata kerjanya semaino yang berarti ‘menandai’ atau
‘melambangkan’. Abdul Chaer (1990;2) memberikan gambaran pengertian mengenai
semantik sebagai istilah yang digunakan untuk bidang linguistik yang
mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang
ditandainya atau bidang studi dalam linguistik yang mempelajari makna atau arti
dalam bahasa dengan kata lain dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau
arti Verhaar (1979;124) menyatakan bahwa semantik berarti teori makna atau
teori arti.
Semantik
sebenarnya merupakan bagian dari semiotika, yakni ilmu yang mempelajari makna
tanda atau lambing pada umumnya, termasuk didalamnya tanda-tanda lalu lontas,
kode morse, tanda-tanda dalam ilmu matematika, dan sebagainya. Semantik sebagai
bagian dari semiotika juga mempelajari makna tanda atau lambang, yaitu makna
tanda atau lambang linguistik atau bahasa. Makna yang dimaksudkan disini
hanyalah makna yang berkaitan dengan bahasa sebagai alat komunikasi verbal.
Bagaimana
dengan bahasa bunga, bahasa warna, dan bahasa perangko? Bahasa- bahasa tersebut
hanyalah lambang yang dituliskan bukan dari tanda linguistik atau dengan kata
lain tidak termasuk sistem tanda bunyi bahasa. Jadi, buyikan sesuatu yang
lingual atau persoalan lingual. Oleh karena itu, tidak termasuk kedalam kajian
bahasa atau semantik.
Sejarah
Semantik
Dalam
studi linguistik, bidang semantik semula agak ditelantarkan. Tetapi bukan tidak
ada kegiatan sama sekali. Pada perkembangan yang paling awal seorang filsuf
Yunani, yaitu Aristoteles (384 – 322 SM) menggunakan istilah makna untuk
mendefinisikan kata. Menurutnya, kata adalah satuan terkecil yang mengandung
makna. Kata memiliki dua macaam makna, yaitu makna yang hadir sebagai akibat
terjadinya proses gramatika (makna gramatikal).
Sarjana
Yunani lainnya, yaitu plato (429 – 347 SM), yang juga guru Aristoteles, dalam
tulisannya Cratylus menyatakan bahwa bunyi-bunyi bahasa secara implisit
mengandung makna-makna tertentu. Namun, yang perlu disesalkan adalah bahwa saat
itu studi tentang bunyi bahasa, gramatika, dan khusunya makna, belum ada. Yang
ada barulah studi bahasa yang berkaitan dengan filsafat.
Antara
kedua sarjana Yunani ada perbedaan pendapat mengenai pengertian kata. Plato
percaya adanya hubungan berarti antara kata (bunyi-bunyi bahasa) yang kita
pakai dengan barang-barang yang dinamainya. Ini berbeda dengan pendapat
Aristoteles yang mengatakan bahwa hubungan antara bentuk dan arti kata adalah
soal perjanjian atau konvensi diantara pemakai bahasa. Kedua pendapat diatas
memang berbeda, namun sekarang tampaknya gejala pemakaian yang kedua cenderung
lebih banyak.
Selanjutnya
pada tahun 1825 seorang pakar klasik yang bernama C. Chr. Reisig mengemukakan
konsep baru tentang gramatika yang menurutnya dibagi menjadi tiga, yaitu (1)
semasiologi, yang mencakup studi tentang tanda; (2) sintaksis, studi tentang
susunan kalimat; dan (3) etimologi, studi tentang asal-usul kata, perubahan
bentuk kata, dan perubahan makna. Ia juga membagi perkembangan semantic atas
tiga fase, yaitu (1) fase the underground period of semantics; (2) fase Michel
breal; dan (3) fase Saussure.
Menjelang
akhir abad XX, tahun 1897, muncul karya Michel breal yang dianggap merupakan
masa munculnya istilah semantik. Dikatakan demikian karna ia menulis esai yang
berjudul esaai de semantique science dessignifications. Masa inilah masa yang
sangat penting bagi kelahiran istilah semantic sebagai cabang baru dalam
linguistic karena sebelumnya belum pernah dibicarakan para ahli bahasa. Yang perlu
diingat adalah bahwa pada masa ini studi semantic masih bersifat murni
historis. Artinya, studi semantic waktu itu masih berkaitan dengan unsur-unsur
diluar bahasa itu, seperti perubahan makna, latarbelakang perubahan makna,
hubungan perubahan dengan logika, psikologi, dan bidang ilmu lainnya.
Ferdinand
De Saussure yang sering-sering disebut sebagai Bapak Linguistik Modern atau Bapak
Strukturalisme dalam bukunya Course
De Linguistique Geneale (1916) berpendapat bahwa studi linguistik harus
difokuskan pada keberadaan bahasa pada waktu tertentu. Pendekatannya bersifat
sinkronis dan studinya bersifat deskriptif. Akibat pandangan ini kajian
semantik menjadi berdiri :
- Pandangan yang bersifat historis telah ditinggalkan karena pendekatannya bersifat sinkronis
- Studi struktur kosa kata mendapat perhatian yang lebih dalam
- Semantik dipengaruhi oleh stilistika
- Studi semantik diarahkan kepada bahas tertentu
- Dipelajari antara hubungan bahasa dan pikiran.
0 comments:
Post a Comment