BAB I
PENDAHULUAN
Mengapa
babi haram ? Sebuah pertanyaan yang seringkali dilontarkan. Bahkan oleh seorang
muslim. Al Qur'an sebagai kitab suci agama Islam sudah sangat terang dan jelas
menerangkan hal tersebut. Dan ketika Al Qur'an menentukan keharaman suatu benda
dipastikan ada alasan yang sangat kuat di dalamnya. ( Agama kaum Yahudi,
sebenarnya juga mengharamkan babi ).
Jawaban
"klasik" yang sering diberikan adalah karena pada babi mengandung
cacing pita yang menyebabkan penyakit pada manusia. Benarkah seperti itu ?
Bukankah ilmu pengetahuan dan kedokteran modern sekarang ini mampu mengatasi
hal tersebut ?
Sekali
lagi, jika Al Qur'an telah menentukan suatu benda, maka pasti ada alasan yang
sangat kuat di dalamnya. Dan ternyata apa yang telah ditetapkan leh Al qur'an
adalah benar, dan selalu benar. Ilmu pengetahuan modern, melalui kajian-kajian
ilmiah telah membuktikannya. Bahaya dari babi ternyata lebih dari sekadar cacing
pita. Bahkan jauh lebih dahsyat bahayanya bagi manusia. Ada sebuah hadist yang
sangat terkenal ( dan diakui oleh baik muslim maupun non muslim ), bahwa suatu
saat nanti ketika Nabi Isa,as turun kembali ke bumi menjelang akhir jaman,
disamping beliau akan memerangi dan membunuh Dajjal, salah satunya juga akan
membunuhi babi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Diharamkannya babi dilihat dari segi kesehatan dan ilmu pengetahuan
Temuan
menarik yang tak bisa dianggap enteng oleh para ilmuwan adalah penelitian yang
dipimpin oleh DR Yoshihiro Kawaoka dari Universitas Winsconsin beserta 12
saintis lainnya. Hasil penelitian mereka diturunkan dalam Journal of Virology
pada tahun 1997 dan menyebutkan bahwa kerongkongan babi memiliki sel-sel
tertentu yang mampu mengubah berbagai kuman menjadi virus berbahaya yang
mengancam jiwa manusia.
Bukan
hanya jurnal ilmiah, kantor berita seperti BBC pun pernah mengulas secara luas
peran babi yang menjadi pemicu virus-virus ganas dalam sejarah kesehatan dunia.
Profesor Robin Weiss dari Institut Kajian Kanker London menemukan, bahwa daging
babi memiliki banyak virus yang tak bisa dipisahkan atau dimatikan dari
dagingnya karena virus-virus tersebut dibawa babi dalam DNA-nya. Lewat kajian
yang dilakukannya, akhirnya Robin Weiss berhasil membuat pemerintah Inggris
mengeluarkan larangan transplantasi organ babi pada manusia. (Campaign for
Responsible Transplantation - Press Releases 1998, New Biotech Partnership
Threatens Public Health, Oct. 21 1998)
Berbagai
virus yang ada di dunia menemukan tempat inkubasi yang sangat strategi dalam
hewan seperti babi. Kemudian bermutasi menjadi virus-virus ganas yang
menjangkiti para pemakan babi. Selanjutnya, para pemakan babi akan menularkan
virus-virus tersebut kepada orang-orang yang bahkan menyentuh babi pun tak
pernah.
Inilah
kesimpulan yang dihasilkan oleh para ilmuwan yang mempelajari kasus flu burung
yang menghebohkan dunia belum lama ini. "Dalam tubuh babi-lah aneka virus
tersebut bertemu dan bermutasi hingga akhirnya mengeluarkan virus baru yang
mengandung material pendukungnya dengan sifat yang baru pula," ujar
peneliti dari Pusat Penyakit Tropis, CA Nidom.
Menurutnya
tubuh babi merupakan wahana pencampur (mixing vessel) atau tempat bertemu dan
bermutasinya berbagai jenis virus tersebut yang kemudian bercampur dan
menghasilkan virus baru dengan karakter baru. Hingga saat ini hanya tubuh
babi-lah yang memungkinkan bercampurnya material genetika virus flu burung
terjadi. Hewan ini memiliki perangkat biologis yang memungkinkan percampuran
genetic virus terjadi. Percampuran genetika ini terjadi ketika virus ini masuk
tubuh babi ke sel epitel babi melalui reseptor alfa 2,3 sialic acid dan
reseptor alfa 2,6 sialic acid.
Di
dalam sel babi virus ini mereplikasi dan terjadi pertukaran genetika yang
terdiri dari delapan fragmen seperti HA, NA, PA, PB1, Pb2, M, NP dan NS. Fragmen-fragmen
ini bisa bertukar hingga membentuk anak baru dari gen-gen virus tersebut. Bisa
juga terjadi antigenic drift, yakni proses mutasi dengan material genetika
"anak virus" yang lebih kompleks.
Dalam
kasus flu babi ini, penataan ulang gen virus ini menghasilkan struktur luar
yang sama dengan induknya yakni H1N1. Walaupun material genetika nya berasal
dari virus flu unggas dan flu manusia. Sehingga sebelum menyerang manusia virus
ini sepertinya sudah tertata ulang secara rapi di dalam tubuh babi. Barulah
kemudian masuk ke dalam tubuh manusia. Adaptasi dengan tubuh manusia terjadi
pada orang yang pertama terinfeksi virus ini, yang kemudian menular ke orang
dengan kecepatan tinggi. Sebenarnya, tingkat keganasan virus flu babi tipe H1N1
lebih rendah dari virus flu burung bertipe H5N1 yang mencapai 80 persen. Namun
tingkat penyebaran dan penularan yang tinggi dari virus flu babi membuat para
ahli tersentak.
Flu
babi yang dalam bahasa klinis disebut dengan kode H1N1, sesungguhnya juga bukan
virus baru. Banyak peristiwa dalam sejarah yang menyebutkan bahwa virus ini
telah memakan korban yang besar. Pada tahun 1918, virus ini telah membunuh
lebih dari 20 juta manusia yang hari itu jumlahnya tentu belum sebanyak
sekarang. Bahkan ada data yang menyebutkan, lebih dari 40 juta jiwa meninggal
karena flu babi. Virus ini berjangkit dari kuman-kuman yang ada pada babi dan
menular pada tentara Amerika pada Perang Dunia I. Mobilisasi militer akhirnya
membuat virus ini menyebar dengan cepat dan ganas.
Pada
tahun 1957, muncul kasus Asian Flu dan juga Flu Hongkong yang terjadi pada
tahun 1968. Virus-virus ini bermula dari babi dan telah memakan korban hampir
dua juta orang. Pada kurun yang sama, tahun 1950-an, pemerintah Amerika pernah
merilis bahaya mengonsumsi daging babi. Washington Post pada 31 Mei 1952 pernah
memuatnya sebagai berita utama.
Flu
Babi (swine influenza) merupakan penyakit influenza yang disebabkan oleh virus
influenza A dengan subtipe H1N1. Cara penularannya dapat melalui udara dan
kontak langsung antara penderita dan orang terdekatnya. Adapun gejala adalah
mirip dengan influenza seperti demam, batuk, pilek, lesu, letih, nyeri tenggorokan
dan sesak napas yang disertai mual, muntah dan diare. Masa inkubasi flu babi
berkisar 3-5 hari. Kematian akibat flu babi kemungkinan terjadi karena gangguan
paru-paru atau pneumonia. Penularan manusia pada manusia flu babi diperkirakan
menyebar seperti flu musiman - melalui batuk dan bersin.
Badan
Kesehatan Dunia, WHO, membenarkan bahwa setidaknya sejumlah kasus adalah versi
H1N1 influenza tipe A yang tidak pernah ada sebelumnya. H1N1 adalah virus yang
menyebabkan flu musiman pada manusia secara rutin. Namun versi paling baru H1N1
ini berbeda: virus ini memuat materi genetik yang khas ditemukan dalam virus
yang menulari manusia, unggas dan babi. Virus flu memiliki kemampuan bertukar
komponen genetik satu sama lain, dan besar kemungkinan versi baru H1N1 merupakan
hasil perpaduan dari berbagai versi virus yang berbeda yang terjadi di satu
binatang sumber. Atas kondisi terebut Badan Kesehatan dunia (WHO) menyatakan,
virus flu babi berpotensi besar menjadi pandemic baru.
Virus
jenis serupa sebelumnya pernah menjadi pandemi dunia pada tahun 1918. Virus ini
dulu dikenal dengan nama Spanis Flu (Flu Spanyol). Korban penderita virus pada
tahun 1918 sendiri mencapai angka sebanyak 50-60 juta jiwa. Korban penderita
dari Indonesia sendiri tercatat mencapai angka 1,25 juta. Penyebaran virus flu
babi bisa dicegah dengan pola hidup bersih dan sehat. Seperti mencuci tangan
sebelum makan, setelah buang air dan setelah kontak fisik dengan hewan.
B. Diharamkannya
babi dilihat dari segi agama
Pada
dasarnya, seorang muslim adalah selalu mentaati Allah dalam segala yang
diperintahkan dan berhenti dari segala yang dilarang-Nya, baik diketahui hikmah
perintah atas larangan tersebut ataupun tidak. Allah berfirman :“ Dan tidaklah
patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin,
apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi
mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai
Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. (QS.Al
Ahzab : 36) Dan dalam hikmah pengharaman babi, Dr. Abdul Fattah Idris, dosen
Fiqh Perbandingan di Univ. Al-Azhar Mesir, mengatakan :“Islam mengharamkan
manusia dari memakan daging babi dalam firman-Nya :”Katakanlah, "Tidak aku
temukan dalam wahyu yang diturunkan kepadaku, sesuatu yang haram untuk
memakannya, kecuali bangkai atau darah yang mengalir atau daging babi, sebab
semua itu adalah nista (kotor) atau binatang yang disembelih untuk selain Allah
; maka barangsiapa karena keadaan terpaksa dengan tidak menginginkannya lagi
tidak melampaui batas, maka sesungguhnya Rabb-mu Maha pengampun lagi Maha
penyayang. (Q.S. Al-An'aam: 145) Dan dalam ayat yang lain, Allah SWT berfirman
:”Diharamkan atas kalian adalah bangkai, darah, dan daging babi...”. (QS.Al Baqarah
173 dan An Nahl : 115)
Secara
tekstual, tiga ayat di atas menerangkan akan haramnya memakan daging babi,
bahkan para ulama menyatakan haram memakan seluruh bagian dari binatang babi,
walaupun bukan daging. Dan disebutkannya kata "daging" dalam ayat di
atas hanyalah karena memang bagian terbesar yang dimakan adalah dagingnya. Oleh
karena itu, Imam Nawawi dan Imam Ibn Qudamah Al-Maqdisi menyatakan ijma'
(kesepakatan ulama) tentang haramnya memakan seluruh bagian dari binatang babi
(walaupun bukan dagingnya). Hal ini dipertegas oleh Imam Ibn Hazm yang
mengatakan, "Sepakat seluruh ulama tentang keharaman memakannya, maka
tidak halal seseorang memakan walau satu bagian tertentu dari babi, baik
daging, lemak, urat, tulang, otak, atau pun yang lainnya”.
KESIMPULAN
Apabila
memang demikian syari'at sudah menjelaskan alasan keharaman babi, yaitu
"nista" atau kotor, yaitu najis. Dan najis, harus dijauhi oleh setiap
muslim. Dan ternyata bukan hanya nista atau kotor atau najis saja, bahkan ia
adalah jelek dan banyaknya kandungan kejelekan atau sesuatu yang berbahaya yang
mungkin bisa mencapai batas "mematikan" bagi orang yang memakannya.
Sejumlah penelitian medis ilmiah telah menetapkan bahwa babi, dibandingkan
semua jenis daging hewan yang ada, termasuk daging yang banyak mengandung bahan
berbahaya bagi tubuh manusia.
Referensi:
0 comments:
Post a Comment