.

Monday, November 19, 2012

Kerajaan Islam di Indonesia

R.D.K holdings S.A

KERAJAAN ISLAM DI PULAU SUMATERA

Kesultanan Samudra Pasai

Kerajaan Samudra Pasai adalah kerajaan Islam pertama di Indonesia. Kerajaan Samudra Pasai berdiri pada abad ke-13, tepatnya pada 1285 M. Kerajaan ini terletak di Pasai, Lhoksemawae, pantai timur laut Sumatra di ujung utara. Kerajaan Samudra Pasai didirikan oleh seorang Laksamana Angkatan Laut dari Mesir bernama Nazimuddin Al-Kamil. Ia lalu mengangkat Marah Silu sebagai sultan pertama. Setelah dilantik sebagai sultan, Marah Silu bergelar Sultan Malik As-Saleh.

Sepeninggal Sultan Malik As-Saleh, Kerajaan Samudra Pasai diteruskan oleh Sultan Malik Tahir, anaknya. Sultan Malik Tahir adalah sultan yang taat beragama dan giat berdakwah. Baginda membangun masjid dan banyak meunasah/surau di seluruh pelosok negeri. Dengan demikian, Islam tersebar sampai ke desa-desa.

Pada masa pemerintahan Sultan Malik Tahir inilah Kerajaan Samudra Pasai mengalami kejayaan. Rakyat mengalami kemakmuran dan kehidupan beragama semarak. Hal ini dilukiskan oleh seorang musafir, Ibnu Batutah dari Maroko yang membuat catatan dalam buku hariannya sebagai berikut : “Sultan adalah pengikut agama Islam yang saleh. Baginda dan rakyatnya adalah pengikut Mahzab Syafi’i. Pada Jumat Baginda pergi ke masjid dengan berjalan kaki yang diikuti oleh rakyatnya. Saat pulang dari masjid, Baginda menunggang gajah dengan beberapa pengawal saja. Rakyat sangat menghormati sultannya. Kehidupan rakyat tampak makmur.”

Setelah Sultan Malik Tahir meninggal, Kerajaan Samudra Pasai diteruskan oleh Zainal Abidin, anaknya. Pada masa pemerintahan Zainal Abidin, Kerajaan Samudra Pasai mengalami kemunduran. Hal ini terjadi karena adanya persaingan antara keluarga istana yang menyebabkan salah urus pemerintahan. Akibatnya pemerintah pusat menjadi lemah yang akhirnya mendorong daerah-daerah di bawah kekuasaan Kerajaan Samudra Pasai berusaha melepaskan diri dengan cara melakukan pemberontakan. Di samping itu, juga teradi serangan dari Majapahit yang melakukan politik perluasan wilayah ke seluruh Nusantara. Pada abad ke-15 nama Kerajaan Samudra Pasai sudah tidak terdengar lagi.

Kesultanan Aceh

Pada abad ke-16 muncuk Kerajaan Aceh. Kerajaan Aceh terletak di Kotaraja, Banda Aceh. Semula, Kerajaan Aceh hanyalah sebuah kerajaan kecil di bawah kekuasaan Kerajaan Pedir. Seiring dengan dikuasainya Malaka oleh portugis pada 1511, banyak ulama dan pejuang Islam di Kerajaan Malaka mencari suaka politik di Kerajaan Aceh ini. Dalam perkembangan berikutnya, Kerajaan Aceh menjadi sebuah kerajaan yang makin kuat karena didukung oleh banyak pejuang militan dan orang cerdik cendekia.

Sultan Ali Mugayat Syah mulai menata pemerintahannya. Pejabat yang mengurus bidang agama mendapat perhatian. Penghulu, imam masjid, imam surau/meunasah dan pejabat agama tingkat desa/gampong diangkat. Sejalan dengan itu, puluhan masjid dan ratusan meunasah didirikan. Dengan demikan, agama Islam dipeluk oleh semua rakyatnya dan telah menjadi agama rakyat, bukan hanya milik sultan dan kerabatnya.

Sultan Kerajaan Aceh yang sangat terkenal adalah Sultan Iskandar Muda yang berkuasa pada 1607-1636 M. Pada masa Sultan Iskandar Muda inilah Kerajaan Aceh mencapai puncak kejayaannya. Wilayah kerajaan makin luas yang mencapai semenanjung Malaka seperti Kedah, Perak, dan Pahang. Kehidupan rakyat makin makmur. Dakwah Islam makin giat dan pengalaman keagamaan rakyat makin meningkat.

Sepeninggal Sultan Iskandar Muda pada 1636, Kerajaan Aceh diperintah oleh Sultan Iskandar Tsani, anaknya. Ternyata kepemimpinan Sultan Iskandar Tsani tak secakap bapaknya. Pemerintahan makin lama makin tidak efektif. Akibatnya pemerintahan tak bisa memajukan kehidupan rakyat. Rakyat banyak yang tidak puas atas pemerintahan sultan dan kerabatnya. Kondisi ini terlus berlanjut sehingga kerajaan menjadi sangat mundur.

Kondisi Kerajaan Aceh semakin melemah pada awal abad ke-17. Sejak itu secara berangsur-angsur Kerajaan Aceh tidak bisa bertahan dan akhirnya hanya tinggal nama saja.

Kesultanan Siak Sri Indrapura

Di daerah Riau sekarang pada 1723 M berdiri kesultanan Islam Siak Sri Indrapura. Kesultanan ini didirikan oleh Abdul Jalil Rahmat Syah atau Raja Kecil, putra Sultan Mahmud II, penguasa Johor, Malaysia. Kesultanan ini menjadi pusat penyebaran Islam di Sumatra Timur.

Abdul Jalil atau Raja Kecil digantikan oleh anaknya, Abdul Jalil Muzaffar Syah (1746-1760). Pada masa pemerintahan Abdul jalil Muzaffar Syah ini, Kesultanan Siak melawan Belanda yang ingin memonopoli perdagangan. Kesultanan Siak berhasil memenangkan peperangan ini dan dapat memaksa Belanda mundur dari wilayahnya. Akan tetapi, pada peperangan yang kedua pada 1858, Kesultanan Siak terpaksa menandatangani Traktat Siak. Isi Traktat sangat merugikan Kesultanan Siak. Sebagian isinya adalah bahwa Belanda mengakui otonomi Kesultanan Siak tapi Siak harus menyerahkan 12 daerah taklukannya. Sejak ditandatanganinya Traktat Siak ini berangsur-angsur Kesultanan Siak mengalami kemunduran.

Sultan terakhir Siak adalah Syarif Qasim II, yang memerintah 1908-1946. Sultan Syarif Qasim II mempunyai pandangan yang modern. Beliau mendirikan sekolah dasar (HIS) pada 1915 untuk anak-anak pribumi tanpa membedakan status sosialnya dan Madrasah Al-Hasyimiyah (1917). Juga sekolah untuk perempuan Latfah School (1926) dan Madrasah An-Nisa (1929). Sultan Syarif Qasim II pada 1946 menyerahkan sepenuhnya daerah kesultanannya kepada pemerintah Republik Indonesia. Atas jasanya nama Sultan Syarif Qasim II diabadikan menjadi nama IAIN Pekanbaru, Riau.


KERAJAAN ISLAM DI PULAU JAWA

Kesultanan Demak

Kesultanan Demak pertama yang berdiri di pulau Jawa adalah kesultanan Demak. Kesultanan Demak didirikan di Desa Glagah Wangi. Daerah ini terletak di tepi pantai utara Jawa, sekarang termasuk wilayah Propinsi Jawa Tengah. Pada saat itu, daerah ini termasuk wilayah kekuasaan Kerajaan Majapahit.

Demak muncul sebagai kerjaan Islam di pulau Jawa berhubungan dengan munculnya masyarakat Islam di daerah pesisir/pantai utara pulau Jawa. Hal ini terjadi karena makin banyaknya para pedagang Muslim yang berkunjung di daerah ini seperti Surabaya, Gresik, Tuban, Jepara, dan Demak. Berawal dari hubungan dagang inilah lalu banyak orang Jawa tertarik memeluk agama yang dibawa pedagang Muslim tersebut, rela meninggalkan agama lamanya yaitu Hindu atau Buddha. Disini tokoh-tokoh yang sangat berjasa memperkenalkan Islam kepada orang Jawa adalah para Wali yang jumlahnya sembilan (wali sanga).

Salah satu murid Sunan Ampel adalah Raden Patah, anak Raja Majapahit (Brawijaya) dengan salah satu istrinya yang berasal dari Campa (sekarang di perbatasan Kamboja dan Vietnam) yang beragama Islam. Sebagai anak raja, Raden Patah diberi tanah jabatan di Desa Glagah Wango. Pada waktu yang bersamaan, Kerajaan Majapahit makin lemah akibat pemberontakan terus menerus yang dilakukan antar anak keturunan Prabu Hayam Wuruk. Dengan keadaan seperti ini, Raden Patah dengan dukungan para tokoh Islam yang sering dikenal dengan Wali Sanga, mendirikan kerajaan Islam di tanah jabatannya tersebut.

Kerajaan Demak makin hari makin kuat. Sebaliknya Kerajaan Majapahit makin lemah dan akhirnya hancur. Wilayah Kerajaan Demak terus meluas. Ke timur sampai Surabaya. Ke barat, sampai Banten. Ke selatan, sampai Yogya dan Ponorogo. Bahkan kekuasaannya sampai menyeberang ke Palembang dan Banjarmasin.

Raden Patah terus melakukan pembenahan pemerintahannya dan meningkatkan dakwah Islam. Para penasihat agamanya, Wali Sanga, menyodorkan strategi dakwah Islam yang jitu. Mereka mengajukan rencana dakwah Islam melalui pendekatan budaya, bukan dengan pendekatan militer atau kekerasan fisik. Raden Patah menyetujuinya. Dengan demikian, dakwah Islam di pulau Jawa dilakukan dengan kerja budaya, seperti memasukkan cerita Ajisaka, Dewa Ruci dan Amir Hamzah; mengisi ritual Hindu atau Buddha dengan inti ajaran tauhid tanpa mengubah bentuk luarnya seperti selamatan kematian 3 hari, 7 hari, 40 hari, 100 hari, dan 1000 hari; menggunakan wayang sebagai sarana dakwah; menciptakan upacara-upacara Islam dengan corak Jawa seperti Selikuran (peringatan Nuzulul Quran), riyaya (Salat Idul Fitri), Grebeg Bakda (perayaan Idul Fitri), Grebeg Besar (perayaan Idul Adha), Grebeg Maulid (perayaan memperingati hari lahir Nabi Muhammad SAW); menciptakan karya seni Islam bercorak Jawa seperti gamelan, lagu/gending Jawa, Parikan, Syair dan lain-lain.

Raden Patah digantikan oleh Adipati Yunus yang dikenal dengan nama Patiunus, anaknya. Adipati Yunus atau Patiunus adalah anak lelaki tertua Raden Patah yang semula menjabat sebagai Adipati/Bupati Jepara. Sebelum diangkat sebagai sultan, Patiunus dikenal dengan julukan Pangeran Sabrang Lor karena sempat memimpin armada perang Demak ke Selat Malaka untuk menyerang Portugis. Pangeran Sabrang Lor artinya pangeran yang berani menyeberangi laut Jawa untuk menyerang penguasa Kristen di Malaka. Peristiwa ini terjadi pada 1513 M, dua tahun setelah Protugis menduduki Malaka. Portugis menjuluki Pangeran yang gagah berani ini dengan sebutan Ayam Jantan dari Selatan. Meskipun misinya ini gagal tapi jihad Patiunus tersebut, memberi semangat yang menyala-nyala kepada generasi berikutnya untuk terus melawan kekuasaan asing yang merampas hak-hak bangsa Indonesia.

Patiunus memerintah tak lama, hanya dua tahun. Takhta kerajaan lalu diperebutkan oleh kedua adiknya; Pangeran Seda Lepen dan Raden Trenggono. Anak Raden Trenggono, Sunan Prawoto, membunuh pamannya, Pangeran Seda Lepen. Dengan terbunuhnya Pangeran Seda Lepen, maka Raden Trenggono naik takhta menjadi Sultan Demak menggantikan Patiunus.

Raden Trenggono melanjutkan kebijakan yang telah diambil kakaknya. Perluasan wilayah terus dilakukan sehingga hampir semua wilayah di pulau Jawa berada di bawah kekuasannya. Dakwah Islam terus ditingkatkan sehingga Islam menjadi agama orang Jawa.

Sultan Trenggono wafat ketika melakukan serangan ke Kerajaan Hindu, Blambangan. Baginda dibunuh oleh salah seorang pengawalnya yang berkhianat. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1546 M.

Wafatnya Sultan Trenggono secara mendadak tersebut, menimbulkan kekacauan di pusat kekuasaan. Anggota keluarga inti kerajaan melakukan perebutan kekuasaan. Arya Penangsang, anak Pangeran Seda Lepen, membunuh Sunan Prawoto. Sunan Prawoto adalah anak Sultan Trenggono yang dulu membunuh ayah Arya Penangsang (Pangeran Seda Lepen). Perebutan kekuasaan ini akhirnya dimenangkan oleh menantu Sultan Trenggono yaitu Jaka Tingkir atau Adiwijaya. Dalam suatu pertempuran Adiwijaya berhasil membunuh Arya Penangsang. Dengan demikian, takhta kerjaan dipegang oleh Adiwijaya.

Sultan Adiwijaya lalu memindahkan pusat kesultanan ke Pajang. Pajang adalah tempak kedudukan Adiwijaya sebagai bupati sebelum dinobatkan sebagai sultan. Pemindahan pusat kekuasaan ke Pajang didasarkan pada pertimbangan pada masih kuatnya penentangan para pengikut Arya Penangsang dan sebagian penasihat agama, Wali Sanga, yang tidak setuju dengan pengangkatan Adiwijaya sebagai Sultan Demak.

Kesultanan Pajang

Dengan memindahkan pusat pemerintahan dari Demak ke Pajang maka berdirilah Kesultanan Pajang di dekat Surakarta sekarang. Sultan Adiwijaya sebagai sultan pertama. Baginda mulai membangun kerajaannya mulai dari nol.

Dalam perkembangannya Kesultanan Pajang mempunyai ciri yang berbeda dengan Kesultanan Demak. Kesultanan Demak bercirikan budaya pesisiran yaitu lebih demokratis, tidak menciptakan hubungan bertingkat-tingkat antara satu status dengan status lain, lebih rasional dan mengutamakan nilai Islam murni. Adapun Kesultanan Pajang lebih berdirikan budaya pertanian dan pedalaman. Ciri-cirinya adalah penuh dengan pandangan mistik, tidak rasional, menciptakan hubungan bertingkat antara orang penting dengan orang tidak penting, feodalistik, mencampurkan antara nilai-nilai kejawen, Hindu-buddha, dan Islam.

Sultan Adiwijaya memerintah sampai dengan 1582 M. Beliau menyerahkan kekuasaan kepada Aryo Pangiri, menantunya (penguasa Demak). Aryo Pangiri adalah anak Pangeran Prawoto atau cucu Sultan Trenggono. Aryo Pangiri lalu mengangkat Pangeran Benowo, anak Adiwijaya menjadi Bupati Jipang, sebuah wilayah di bawah Kesultanan Pajang.

Pengeran Benowo sangat kecewa pada Aryo Pangiri, karena hanya diangkat sebagai bupati. Pangeran Benowo merasa berhak menjabat sebagai sultan menggantikan ayahnya. Ia lalu minta bantuan pada Sutawijaya, saudara angkatnya yang berkuasa di Mataram untuk melawan Aryo Pangiri. Duet Pangeran Benowo dan Sutawijaya akhirnya dapat mengalahkan Arya Pangiri.

Dalam perkembangan berikutnya, Sutawijaya mendominasi pemerintahan Pajang. Ia memang lebih cakap dan lebih berani daripada Sultan Benowo yang lebih cenderung sebagai kiai/ulama. Menyadari kelemahannya, Sultan Benowo lalu mengundurkan diri dari kehidupan politik. Ia lalu menekuni profesi sebagai juru dakwah agama Islam. Ia menyerahkan takhta kepada Sutawijaya. Sutawijaya kemudian mengangkat Gagak Bening. Pajang akhirnya sepenuhnya di bawah kendali Mataram.

Kesultanan Mataram

Kesultanan Mataram didirikan oleh Senopati atau Sutawijaya pada 1582 M. Pusat kekuasaannya terletak di daerah selatan Yogyakarta sekarang. Semula ia hanyalah bawahan Pajang. Ia diangkat oleh Sultan Adiwijaya untuk membina masyarakat di daerah Mataram. Setelah Adiwijaya wafat, ia menguasai Pajang dengan cara pertama membantu Pangeran Benowo dengan Gagak Bening. Melaui cara ini, ia lalu menjadikan Pajang sebagai wilayah di bawah kekuasaannya dan mengangkat diri sebagai Sultan Mataram.

Sutawijaya membangun Kerajaan Mataram dari nol. Masa pemerintahannya disibukkan oleh upaya menstabilkan pemerintahannya. Ia menghadapi perlawanan dari para bupati pesisir seperti Demak, Tuban, Pasuruan, dan Surabaya. Akan tetapi, ia dapat menyelesaikan dengan baik kecuali Surabaya.

Sutawijaya wafat pada 1601 M. Ia digantikan oleh Mas Jolang atau Panembahan Krapyak, anaknya. Mas Jolang mewarisi pemerintahan yang belum stabil. Meskipun Madiun dan Kediri yang ikut memberontak sudah bisa ditundukkan tapi Surabaya belum mau tunduk. Ia sempat minta bantuan pada VOC, kongsi dagang Belanda di Batavia, untuk membantu menundukkan Surabaya tapi tidak mendapat tanggapan.

Raden Mas Jolang/Panembahan Krapyak wafat pada 1613 M. Ia digantikan oleh Sultan Agung Hanyakrakusuma. Sultan Agung berhasil membangun Mataram menjadi kerajaan besar yang stabil dan kuat. Ia dapat menundukkan Surabaya. Dengan demikian, seluruh wilayah Jawa bagian timur berada di bawah kekuasaannya.

Baginda mempunyai ambisi yang kuat untuk menguasai seluruh Jawa. Oleh karena itu, Sultan Agung ingin menundukkan Banten, kesultanan yang masih merdeka, dan Batavia yang sudah dikuasai oleh Belanda melalui bendera VOC.

Sultan Agung sangat benci pada VOC, karena VOC melakukan praktik monopoli perdagangan yang sangat merugikan Mataram dan rakyat pada umumnya. Oleh karena itu, beliau bertekad mengusir VOC dari tanah Jawa. Untuk merealisasikan tekadnya tersebut, beliau melakukan persiapan penyerangan yang matang. Beliau melatih prajurit-prajurit yang handal dan sakti mandraguna, memilih panglima perang yang handal, dan melengkapi prajurit dengan persenjataan yang cukup.

Di samping itu, beliau juga mempersiapkan bahan pangan yang cukup sebagai persiapan untuk peperangan jangka panjang/memakan waktu lama. Sebelum penyerangan dilakukan, beliau mengirim ribuan petani untuk membuka lahan pertanian di sepanjang garis pantai timur dari Kendal sampai Bekasi. Beliau memberi perintah kepada para petani tersebut untuk membuat lumbung-lumbung padi di daerah masing-masing sebagai cadangan bahan pangan bagi prajurit Mataram yang akan menyerang VOC.

Spada 1628 pasukan Sultan Agung melancarkan serangan ke Batavia melalui darat. VOC sangat kewalahan atas seragangan yang dilancarkan dari berbagai arah ini. J.P. Coen, Gubernur Jenderal VOC tewas dalam peristiwa ini. Belanda segera minta bantuan tentara dari Maluku. Dengan pasukan yang lebih besar, Belanda dapat melancarkan serangan balik. Pasukan Mataram mundur ke daerah Bekasi. Akan tetapi, betapa terkejutnya mereka ketika mendapatkan cadangan berasnya telah dibakar habis. Tampaknya para pengkhianat telah membocorkan rencana ini kepada Belanda. Akibatnya tentara Mataram tidak bisa bertahan lama. Serangan pertama ini gagal.

Sultan Agung tidak putus asa. Pada 1629 Sultan melancarkan serangan lagi kepada Belanda di Batavia. Belajar dari kegagalan serangan pertama, kali ini beliau membuat strategi baru. Tentara Mataram melancarkan serangan melalui laut. Tampaknya Allah SWT belum berkehendak memberi kemenangan pada pasukan Sultan Agung ini. Serangan kedua pun gagal.

Setelah Sultan Agung wafat pada 1646 Kesultanan Mataram berangsur-angsur mengalami kemunduran. Hal ini terjadi karena adanya perebutan kekuasaan di kalangan istana dan campur tangan Belanda dalam pengangkatan sultan.

Sultan Agung berjasa dalam memadukan budaya Jawa dengan Islam. Kalender Jawa berdasarkan peredaran matahari diganti dengan dasar peredaran bulan (hijriah). Nama-nama bulan dan hari Jawa disesuaikan dengan nama bulan dan hari dalam penanggalan hijriah. Beliau menyalin kitab-kitab syarit ke dalam bahasa Jawa. Beliau juga membuat kesenian Jawa yang bernapaskan Islam.

Kesultanan Cirebon dan Banten

Kesultanan didirikan oleh Fatahillah. Fatahillah adalah panglima perang Kesultanan Demak. Ia juga menantu Sultan Trenggono. Saat Sultan Trenggono berkuasa di Demak, ia memerintahkan Fatahillah menyebarkan Islam ke arah barat pulau Jawa di samping untuk membendung pengaruh Portugis yang sudah menjalin kerja sama dengan Kerajaan Hindu Pajajaran. Hal ini harus dilakukan karena pada 1522 Portugis telah datang di Pajajaran di bawah pimpinan Henrique Leme mengajak kerja sama perdagangan dan membendung pengaruh Isam Demak.

Pada 1526 Demak mengirimkan pasukan ke Cirebon di bawah pimpinan Fatahillah. Misi ini membawa hasil gemilang. Cirebon dapat ditaklukkan dalam waktu singkat karena mendapat bantuan dari masyarakat yang sudah memeluk Islam. Fatahillah lalu melanjutkan ekspedisi ke Banten. Di Banten pun Fatahillah mendapatkan kemenangan yang gilang gemilang. Dari Banten, ia kemudian melancarkan serangan kepada Portugis yang menguasai pelabuhan Sunda Kelapa (sekarang bernama Jakarta). Pada 22 Juni 1527 pasukan Fatahillah dapat mengalahkan pasukan Portugis yang dipimpin oleh Francisco de Sa. Namun Sunda Kelapa lalu diubah menjadi Jayakarta, yang artinya kota kemenangan.

Fatahillah kemudian menjadi Sultan Cirebon. Akan tetapi, setelah berusia 60 tahun beliau lebih banyak mencurahkan perhatian pada kegiatan dakwah Islam. Beliau wafat dalam usia 80 tahun dan dimakamkan di Gunung Jati Cirebon.

Kesultanan diserahkan pada anak turunnya. Akan tetapi, keadaannya makin mundur. Pada zaman Mataram, Kesultanan Cirebon dikuasai Mataram. Kemudian oleh Susuhunan Mataram diserahkan kepada VOC Belanda.

Adapun Kesultanan Banten mengalami banyak kemajuan. Pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, Banten mencapai puncak kejayaannya. Sultan Ageng sangat berkeinginan mengusir Belanda dari Batavia yang sejak 1602 berhasil merebut Jayakarta dan mengubahnya menjadi Batavia. Sultan sangat tidak senang pada Belanda karena memaksakan sistem monopoli perdagangan.

Di pihak lain, Belanda juga ingin menaklukkan Sultan Ageng karena menolak monopoli perdagangan. Demi mencapai maksud ini, Belanda melakukan politik devide et impera, adu domba lalu kuasai. Belanda lalu merayu Sultan Haji, anak Sultan Ageng Tirtayasa untuk melawan ayahnya dengan imbalan akan dinaikkan takhta. Sultan Haji terbujuk rahuan Belanda tersebut. Ia lalu memberontak kepada ayahnya sendiri dengan bantuan Belanda. Sultan Ageng menyerah dan ditangkap oleh Belanda. Beliau lalu dibawa ke Batavia dan meninggal di sana pada 1680 M.

KERAJAAN ISLAM DI PULAU SULAWESI

Di Sulawesi juga berdiri beberapa kesultanan Islam pada abad ke-16. Kesultanan Islam yang terkenal adalah Goa dan Tallo. Orang yang menyebutnya sebagai Kesultanan Makassar. Kedua kesultanan ini sangat besar jasanya dalam penyebaran Islam di daerah Sulawesi Selatan khususnya dan Sulawesi umumnya. Disamping kedua kesultanan tersebut juga ada Kesultanan Bone, Wajo, Soppeng dan Lawu.

Kesultanan Goa dan Tallo adalah kesultanan merdeka yang makmur. Keduanya menjalankan politik bebas artinya bebas berhubungan dengan pihak manapun atas dasar kerjasama yang saling menguntungkan. Oleh karena itu, mereka menolak kerja sama dengan Belanda yang hendak memaksakan sistem monopoli perdagangan. Sultan Alaudin dari Goa menolak dengan keras maksud Belanda tersebut.

Pada 1639 M Sultan Alaudin wafat. Kesulanan diteruskan oleh anaknya, Muhammad Said. Sultan Muhammad Said meneruskan kebijakan ayahnya yang tidak mau bekerja sama dengan Belanda. Berkali-kali Belanda datang menyodorkan kerja sama perdagangan tapi selalu ditolak.

Pada 1653 M Sultan Muhammad Said wafat. Beliau digantikan oleh putranya, Hasanudin. Dalam menghadapi Belanda sikap Sultan Hasanudin sama dengan sikap ayah dan kakeknya. Yaitu sama-sama anti Belanda. Bahkan sikap Sultan Hasanudin lebih tegas lagi. Sultan Hasanudin menyerang benteng Belanda.

Menghadapi serangan Sultan Hasanudin, Belanda sangat kewalahan. Armada lautnya kocar kacir. Pasukannya banyak yang terbunuh dalam peperangan laut. Melihat keberanian dan kegigihan Sultan Hasanudin demikian, Belanda memberi julukan kepadanya sebagai de Haav van de Osten, artinya Ayam Jantan dari Timur.

Untuk menghadapi perlawanan Hasanudin yang gigih tersebut Belanda menggunakan politik adu domba, devide et impera. Belanda membujuk Raja Bone, Aru Palaka agar menyerang Makassar. Aru Palaka termakan bujuk rayu Belanda tersebut. Ia akhirnya menyerang Makassar dengan bantuan Belanda.

Aru Palaka mau menyerang Makassar karena dendam dan ambisi pribadi. Aru Palaka dan Hasanudin adalah raja yang saling bersaing pengaruh dan berambisi memperluas kekuasaan. Dalam peringatan tersebut Hasanudin lah yang menyerang. Aru Palaka dijadikan bawahan Hasanudin. Tampaknya Aru Palaka tidak menerima perlakuan Hasanudin terhadap dirinya dan rakyat Bone yang pernah dijadikan pekerja untuk membangun benteng di Makassar.

Kali ini Hasanudin kewalahan menghadapi pasukan gabungan, Bone dan Belanda, tersebut. Pasukan Hasanudin makin terdesak dan akhirnya menyerah. Belanda kemudian memaksa Hasanudin untuk menandatangani perjanjian yang terkenal dengan Perjanjian Bongaya. Isinya antara lain, Makassar tidak boleh berhubungan dengan bangsa asing kecuali Belanda untuk urusan perdagangan dan mengakui kekuasaan VOC di makassar.

KERAJAAN ISLAM DI KEPULAUAN MALUKU

Kepulauan Maluku terdiri atas pulau-pulau yang terletak antara pulau Sulawesi di barat dan pulau Papua di timur. Di kepulauan Maluku berdiri kesultanan-kesultanan Islam yang sangat berjasa dalam menyebarkan agama Islam di Indonesia Timur. Kesultanan yang terkenal adalah Ternate dan Tidore. Di samping itu, masih ada beberapa kesultanan kecil yaitu Obi, Bacan, Halmahera, dan Makyan.

Kesultanan Ternate dan Tidore adalah dua kesultanan yang makmur. Keduanya aktif dalam mengembangkan dakwah Islam. Islam dapat tersebar dan dipeluk oleh sebagian besar masyarakat Maluku sampai ke Papua bagian barat berkat jasa dua kesultanan ini.

Ketenangan dan ketenteraman Ternate dan Tidore terusik ketika bangsa Barat datang ke wilayah ini. Bangsa Portugis dan Spanyol adalah bangsa yang pernah dijajah oleh orang Islam Arab pada abad ke-8 sampai dengan abad ke-15. Ketika Portugis dan Spanyol menjumpai Islam di Maluku maka sikap dendam dan permusuhannya muncul.

Perlu kamu ketahui bahwa dorongan Portugis pergi ke dunia Timur tidak persis sama dengan Belanda dan Inggris. Jika Belanda dan Inggris lebih dimotivasi mencari rempah-rempah demi mendapatkan keuntungan ekonomi yang besar, Portugis dan Spanyol membawa semboyan Gold, Glory, and Gospel atau Emas, Kemasyhuran dan Injil. Artinya Portugis dan Spanyol dalam mencari dunia baru ke Timur membawa misi : mencari emas atau uang sebanyak-banyaknya mendapatkan kemasyhuran sebagai bangsa hebat tak terkalahkan, dan menyebarkan ajaran Injil Kristen.

Di Maluku, Portugis mendekati Ternate sedangkan Spanyol mendekati Tidore. Di sini Portugis dan Spanyol terlibat bersekongkol untuk membuat kedua kesultanan ini berperang. Portugis seolah membantu Ternate dan Spanyol juga seolah-olah membantu Tidore. Peperangan antara kedua kesultanan tersebut membuat keduanya lemah. Akhirnya kedua kesultanan tersebut masing-masing tergantung pada Portugis dan Spanyol : Ternate pada Portugis dan Tidore pada Spanyol.

Dalam perkembangan berikutnya Portugis makin mendikte Ternate. Sultan Hairun, penguasa tidak dapat menerima sikap Portugis yang ikut campur terhadap kebijakan Ternate. Sultan Hairun akhirnya melawan Portugis. Pasukan Ternate yang dibantu oleh rakyat dapat mendesak Portugis. Dalam kondisi terdesak Portugis minta diadakan perundingan di benteng Sao Paulo. Akhirnya keduanya sepakat untuk berunding. Delegasi Ternate dipimpin langsung oleh Sultan Hairun sedangkan delegasi Portugis dipimpin oleh Gubernur Portugis di Maluku, De Mosqitar. Akan tetapi, ketika perundingan tengah berlangsung tiba-tiba masuk pasukan Portugis dan menangkap Sultan Hairun lalu membunuhnya. Perbuatan Portugis seperti ini merupakan perbuatan biadab yang tidak sesuai dengan etika politik dan pergaulan mana pun di dunia.

Perbuatan biadab Portugis tersebut membuat marah seluruh rakyat Maluku. Putra Sultan Hairun, Sultan Baabullah melawan Portugis mati-matian. Rakyat Ternate membantu Sultan dengan semangat yang menyala-nyala. Bahkan Sultan Nuku dari Tidore yang pernah angkat senjata melawan Ternate akibat provokasi Spanyol kali ini membantu Ternate melawan Portugis. Dengan adanya perlawanan serempak dari seluruh rakyat Maluku akhirnya Portugis hengkang dari Maluku.

Ditulis Oleh : Unknown Hari: 7:10 AM Kategori:

0 comments:

Post a Comment

 
iNet Squared Ltd
Incubationer LTD