Max
Weber menyatakan bahwa yang dipelajari oleh sosiologi adalah tindakan sosial.
Menurut Weber, suatu tindakan manusia disebutkan tindakan sosial apabila
tindakan ini dihubungkan dengan tingkah laku orang lain dan diorientasikan
kepada apa yang terjadi sesudahnya.
Tidak semua kontak dengan manusia lain merupakan tindakan sosial. Individu yang melakukan tindakan sosial bersifat aktif juga reaktif. Kelakuan massa dengan individu-individu yang dipengaruhi oleh anggota lainnya secara pasif bukan termasuk tindakan sosial. Tindakan sosial juga merupakan kegiatan individu dan tidak pernah merupakan kegiatan kelompok. Weber menyebutkan dengan istilah bangunan sosial (siziale gebilde), seperti kegiatan negara, perkumpulan, dan perusahaan.
Tidak semua kontak dengan manusia lain merupakan tindakan sosial. Individu yang melakukan tindakan sosial bersifat aktif juga reaktif. Kelakuan massa dengan individu-individu yang dipengaruhi oleh anggota lainnya secara pasif bukan termasuk tindakan sosial. Tindakan sosial juga merupakan kegiatan individu dan tidak pernah merupakan kegiatan kelompok. Weber menyebutkan dengan istilah bangunan sosial (siziale gebilde), seperti kegiatan negara, perkumpulan, dan perusahaan.
Dalam
analisis yang dilakukan Weber terhadap masyarakat, konflik menduduki tempat
sentral. Konflik merupakan unsure dasar kehidupan manusia dan tidak dapat
dilenyapkan dari kehidupan budaya manusia. Manusia dapat mengubah objek sarana,
objek asas, atau pendukungnya, tetapi tidak dapat membuang konflik itu sendiri.
Konflik terletak pada dasar integrasi sosial maupun perubahan sosial. Hal ini
terlihat paling nyata dalam politik (perjuangan demi mencapai kekuasaan) dan
dalam persaingan ekonomi.
Dalam
salah satu bukunya yang terkenal, The Protestant Ethic and the Spirit of
Capitalism, Weber mengemukakan pendapatnya yang terkenal mengenai keterkaitan
etika Protestan dengan munculnya kapitalisme di Eropa Barat. Menurut Weber,
muncul dan berkembangnya kapitalisme berlangsung secara bersamaan dengan
perkembangan sekte kalvinisme dalam agama Protestan.
Ajaran kalvinisme mengharuskan umatnya bekerja keras, disiplin, hidup sederhana, dan hemat. Dengan bekerja keras, umat kalvinis berharap akan mendapatkan kemakmuran yang dapat menuntut mereka ke arah surge. Keuntungan dari hasil kerja tidak dikonsumsi berlebih karena mereka wajib hidup sederhana. Akibatnya, penganut agama Protestan menjadi makmur karena keuntungan yang diperoleh dari hasil usaha tidak dikonsumsi, melainkan ditanamkan kembali dalam usaha mereka. Melalui cara itulah, menurut Weber, kapitalisme di Eropa Barat berkembang dengan baik.
Ajaran kalvinisme mengharuskan umatnya bekerja keras, disiplin, hidup sederhana, dan hemat. Dengan bekerja keras, umat kalvinis berharap akan mendapatkan kemakmuran yang dapat menuntut mereka ke arah surge. Keuntungan dari hasil kerja tidak dikonsumsi berlebih karena mereka wajib hidup sederhana. Akibatnya, penganut agama Protestan menjadi makmur karena keuntungan yang diperoleh dari hasil usaha tidak dikonsumsi, melainkan ditanamkan kembali dalam usaha mereka. Melalui cara itulah, menurut Weber, kapitalisme di Eropa Barat berkembang dengan baik.
0 comments:
Post a Comment